Hampir-hampir tiada orang yang berani dan bisa melewati Tembok Berlin di masa Perang Dingin. Dinding kukuh yang memisahkan Jerman Timur dan Jerman Barat disokong dengan sistem ketat yang akan mencegah orang melintasinya. Namun ada saja satu dua kebocoran langka yang membuka kesempatan sempit bagi seorang dua orang warga, biasanya dari Timur, untuk menerobos tembok dan mencapai wilayah Barat yang dianggap beratmosfer lebih bebas dan “demokratis”.
Psikoanalisis di masa awal, sebelum tahun 1923, yakni pada zaman teori topografis Sigmund Freud, dapat terbayang seperti gambaran itu. Pasien yang dengan kekuatan kesadarannya dapat menjalankan “perintah” terapis untuk “mengatakan apa pun yang terlintas dalam khazanah mentalnya”, bagaikan mampu untuk sementara waktu menghentikan operasi sistem penghalang di Tembok Berlin. Pada perspektif teori topografis, sistem itu adalah defensi, penghambat id yang nakal dan berupaya menyelonong menuju kesadaran. Terapi pada perspektf ini adalah berasosiasi bebas dalam naungan terapis untuk sejenak menikmati terbebaskannya kedambaan infantil yang biasanya terkerangkeng. Namun ini berlangsung sementara. Di luar acara psikoanalisis, layaknya kehidupan kembali tertahan oleh Tembok Berlin yang dilengkapi sistem penghambat atau defence yang sangat ketat.
Terbitnya karya tulis Sigmund Freud, The Ego and the Id (1923), menandai pengembangan psikoanalisis yang berhasil menelurkan teori struktural. Hal-ihwal pengelolaan kedambaan infantil tidak lagi hanya dipahami sebagai peristiwa yang melibatkan konflik antara the unconscious dan the conscious. Konflik kian kompleks, karena melibatkan tiga kekuatan: bagian nirsadar dari id yang mengusung infantile wishes; bagian yang bawah sadar dari ego, berupa sistem defensi “pintar” yang mengupayakan kompromi antara id_ dan superego; dan bagian nirsadar dari superego yang menerapkan moralitas dan aturan dari lingkungan dan kebudayaan.
Bagi Anna Freud (anak perempuan tersayang dari Sigmund Freud), penerapan teori struktural dalam karya klinis membuahkan keniscayaan bagi terapis untuk tidak semata-mata berada pada kedekatan dengan id seperti yang terjadi ketika pekerjaan klinis dilandasi oleh teori topografis. Ketika teori struktural dijadikan kerangka acuan, terapis perlu memiliki jarak yang sama dengan ketiga kekuatan. Dengan demikian ia dapat bersikap netral, dalam arti secara adil membagi perhatian dan simpati secara relatif sama bagi id, ego, maupun superego.
Anna Freud (1895-1982) menyaksikan betapa dalam konflik id, ego, superego, peran bagian nirsadar dari ego, yang berupa sistem defensi kompleks yang meregulasi id tetapi juga memberikan kesempatan bagi pembebasannya dengan tetap mengindahkan keberatan dari superego, sedemikian sentral. Tidak jarang beroperasinya suatu defensi sebegitu berulang, mengarungi kurun waktu yang panjang, seperti mendarah daging, sehingga dapat disebut characterological. Pada insan neurotik, sistem defensi yang dominan dan menciptakan kekakuan yang parah ini dapat menimbulkan simtom-simtom yang meresapkan penderitaan, menghambat fungsi seksual, mengurangi kapasitas kerja, dan menumpulkan kemampuan bersaing. Anna Freud melihat bahwa psikoanalisis bukan lagi terapi buat menyelundupkan kepentingan id seperti yang dilakukan di era teori topografis, melainkan mengurangi dominasi dan kekakuan sistem defensi tertentu yang mendarah daging. Bukan lagi bagaikan upaya meloloskan satu dua orang dari hambatan Tembok Berlin, melainkan menghancurkan dinding yang keras itu. Dalam karya tulis The Ego and the Mechanisms of Defence (1936), Anna Freud menguraikan laporan dan ilustrasi yang terperinci tentang bagaimana sistem defensi bekerja dan berpengaruh. Sebuah buku yang paling berpengaruh bagi perkembangan psikoanalisis pasca-Sigmund Freud, saat peran bagian yang bawah sadar dari ego diletakkan pada posisi sentral, dan karenanya psikoanalisis pada era ini disebut “psikoanalisis ego”, atau “psikologi psikoanalitik tentang ego”, atau ego psychology.
Limas Sutanto
Psikiater memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan sebuah kasus hukum, baik untuk membuat visum et repertum maupun sebagai saksi ahli. Psikiater yang mengkhususkan diri pada hal tersebut, disebut psikiater forensik atau konsultan forensik. #psikiater #forensik #pdskji #pdskjiindonesia #dokter #kasushukum #kesehatan #kesehatanmental #pengadilan #dokterspesialis
https://www.instagram.com/reel/Cqt5XUiO4Ug/?igshid=MDJmNzVkMjY=Paradigma pengobatan skizofrenia saat ini telah bergeser, termasuk pemilihan terapi antipsikotik injeksi atau disebut atypical antipsychotic long-acting injectable (aLAI). Yuk, ikuti e-Course CEGAH KAMBUH SKIZOFRENIA terbaru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penanganan orang dengan skizofrenia! GRATIS! Dapatkan 6 SKP IDI serta Sertifikat PDSKJI Tanpa biaya! e-Course ini dipersembahkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) bekerja sama dengan Alomedika serta didukung sepenuhnya oleh Johnson & Johnson.
KLIK link ini! https://alomedika.onelink.me/qZen/9216422506 November 2025 - Information : +62 821 1519 20...Readmore »
28 Agustus 2025 - --- EARLY BIRD PROMO --- Promo EARLY BIRD s/d 30 April 2025. Simposium Regional P...Readmore »
Copyright © 2014 - PDSKJI - All rights reserved. Powered By Permata Technology