Posted by Admin

Menciptakan Harapan Melalui Tindakan



Dalam rangka hari pencegahan Bunuh Diri Sedunia, maka Seksi Psikiatri Komunitas dari Pengurus Pusat Persatuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI), mengadakan kegiatan edukasi pada masyarakat dengan wawancara secara live di Instagram pada 10 September 2023. Seperti diketahui bahwa setiap 10 September, dunia memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia (World Suicide Prevention Day/WSPD). Acara ini awalnya diinisiasi oleh Asosiasi Internasional untuk Pencegahan Bunuh Diri (IASP) dan didukung oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia merupakan momen yang mengingatkan akan pentingnya pencegahan bunuh diri dan mendorong tindakan bersama secara kolektif untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat yang mendesak ini. Tema Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia 2023 adalah Creating Hope Through Action, atau Menciptakan Harapan Melalui Tindakan. Hal ini mencerminkan urgensi perlunya tindakan bersama untuk mengatasi tantangan bunuh diri. Dunia yang terus berubah ini, tekanan hidup yang semakin meningkat, mungkin membuat banyak orang yang kesulitan menyelesaikan masalahnya memilih bunuh diri.

Untuk itu dirasakan pentingnya memberikan pemahaman yang benar pada masyarakat. Melalui media sosial yang banyak dipakai dan mudah dijangkau, maka dengan nara sumber Dr. Ida Rochmawati, M.Sc, Sp. KJ (K) dengan host Dr. Rossalina Lili, Sp. KJ diadakan IG live. Banyak peserta yang tertarik dan terlibat secara aktif, bertanya melalui kolom komentar dan juga menyatakan betapa pentingnya pengetahuan tentang pencegahan ini.

Banyak orang mempertanyakan, kenapa sih orang ingin bunuh diri? Apakah bunuh diri itu sebenarnya suatu tujuan, dan memang ingin mati saja? Menurut Dr. Ida, sebenarnya bunuh diri bukanlah suatu tujuan, biasanya ini adalah cry for help. Menurut mereka bunuh diri merupakan cara untuk menghentikan deritanya. Artinya, jika saja mereka mempunyai alternatif menghentikan penderitaan, pasti mereka ingin memilih lainnya. Oleh karena itu bunuh diri bukanlah suatu diagnosis.

Dr. Ida juga menjelaskan tidak ada penyebab tunggal bunuh diri. Penyebab multifaktorial ini berupa biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Secara biologi, ditemukan adanya gen 2A dalam otopsi. Meskipun ada penanda gen, bukan berarti bunuh diri itu keturunan (jadi tidak berarti anak dari orangtua yang bunuh diri, kelak akan bunuh diri, misalnya).  Gen ini lebih merupakan penyusun kepribadian, seperti bagaimana menyikapi persoalan. Misalnya pada orang yang depresi mungkin kurang serotonin, atau ada disfungsi prefrontal korteks. Secara psikologis ada gambaran ciri kepribadian tertentu seperti schizoid (individu tersebut tampak sensitif, dingin, dan tidak suka interaksi); atau ciri kepribadian cemas menghindar; Histrionik; Borderline, semua memiliki risiko bunuh diri. Sedangkan dari faktor sosial, seorang sosiolog terkenal membagi bunuh diri menjadi empat, yaitu: egoistik (merasa kepentingan dirinya lebih besar); fatalistic (seperti tekanan kehidupan di penjara); anomik (dimana individu merasa hidup dalam situasi tanpa aturan, tanpa arah); serta altruistic (menganggap bunuh dirinya merupakan tindakan heroism, atau sesuai perintah agama). Dari faktor spiritual, diharapkan mestinya spiritual ini sebagai faktor proteksi. Sehingga ketika seseorang penuh tekanan, spiritualitasnya memproteksinya dan ia  mengurungkan niatnya untuk lebih realistis dalam bertindak dan diharapkan tidak jadi melakukan bunuh diri.

Secara statistik, lebih banyak pria yang melakukan bunuh diri dan berhasil, meskipun percobaan bunuh diri lebih banyak dilakukan perempuan. Secara umum karakterikstik perempuan memang cenderung ambivalen, mudah gelisah atau galau ketika akan mengakhiri hidup, masih banyak pertimbangan seperti ingin mati tapi kasihan keluarga, dan lain-lain. Sehingga perempuan jarang berhasil. Berbeda dengan pria yang cenderung lebih pada bunuh diri egoistik (merasa kepentingan dirinya lebih besar), sehingga tidak banyak pertimbangan lain saat ingin bunuh diri.

Orang yang bunuh diri juga cenderung terdapat rigiditas atau kekakuan berpikir, merasa bahwa tidak ada jalan keluar lain, selain dirinya mati. Bunuh diri juga sering terjadi karena impulsifitas. Orang yang impulsif cenderung melakukan tindakan tanpa berpikir, mungkin hanya terpicu sesuatu langsung mengambil keputusan untuk mati.

Instagram Live pada Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia, dengan narasumber Dr. Ida Sp. KJ dan host Dr. Lili, Sp. KJ

Temuan-temuan terbaru menunjukkan bahwa upaya pencegahan bunuh diri masih merupakan hal yang sangat penting. Hanya dengan mendengarkan keluhan yang dirasakan seorang, kita sudah dapat membuatnya batal melakukan tindakan bunuh diri.

Maka atas prakarsa Ketua Umum PP PDSKJI, Prof. Dr. Andi Jayalangkara Tanra, Sp. KJ (K)., Ph. D maka Seksi Psikiatri Komunitas serta Indo-ECPs bekerjasama dengan PDSKJI Denpasar dan Bali Bersama Bisa mengadakan training suicide prevention. Kegiatan ini sebagai pilot project yang apabila ini berhasil maka direncanakan pada tahun mendatang akan dilaksanakan secara nasional. Training suicide prevention diselenggarakan secara bertahap. Tahap pertama dan kedua ditujukan kepada para relawan, sedangkan khusus pada tahap ketiga, selain relawan juga ditujukan untuk awak media, terkait berbagai informasi upaya pencegahan bunuh diri.

Pelatihan tahap ketiga ini sekaligus juga launching ‘Bisa Helpline’ sebagai call centre Pencegahan Bunuh Diri pertama secara online di Bali, meskipun diharapkan bisa menjangkau lebih luas tidak hanya untuk area Bali.  Terdapat cukup banyak awak media pada pelatihan ketiga, antara lain yaitu Kompas.com, Kumparan.com, Detik.com, RRI Bali, Merdeka.com, Tribun Bali, Radar Bali, Pancar Pos, Obor Dewata, Bali Politika, Bali Portal News, TV One, Inews TV, Kompas TV serta Metro Bali. Pelatihan diadakan secara luring dan daring, dengan narasumber para psikiater, psikolog dan konselor. (SIZ)

 BISA Helpline adalah saluran bantuan pencegahan bunuh diri berbasis relawan. Relawan yang mengikuti pelatihan diberikan berbagai modul, seperti bagaimana berempati, menjadi pendengar yang baik, dan mengekspresikan penderitaan klien dengan baik, serta mampu menjaga kerahasiaan klien dan menjaga standar perilaku relawan serta terpenting mampu menilai tingkat risiko bunuh diri. Relawan dilatih mengisi formulir aplikasi online yang terdapat pada www.bisahelpline.org.

Relawan yang bersedia wajib mengikuti pelatihan yang diadakan BISA Helpline secara penuh, sebelum dinyatakan memenuhi syarat untuk meniadi operator.

 

 

Back To Berita »